Pages

selamat datang di blog rizawhy

semoga bisa membantu kawan-kawan semua, dan mohon untung berkenan menyumbangkan makalah yang anda miliki.

Rabu, 16 Maret 2011

Keuangan Negara

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
                        Keuangan negara merupakan urat nadi dalam pembangunan suatu negara dan amat menentukan kelangsungan perekonomian baik sekarang maupun yang akan datang. Di Negara demokrasi seperti Indonesia yang memiliki kedaulatan adalah rakyat, implementasi kedaulatan tersebut dapat terlihat dalam peraturan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dimana rakyatlah yang menentukan hidupnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya yang tercermin dalam APBN. Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 mencerminkan kedaulatan rakyat tersebut, yang tergambar dari adanya hak begrooting (hak budget- Terjemahan Redaksi) yang dimiliki oleh DPR, dimana dinyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan DPR lebih kuat dari kedudukan pemerintah. Hal ini tanda kedaulatan rakyat, dan pemerintah baru dapat menjalankan APBN setelah mendapat persetujuan dari DPR dalam bentuk undangundang.
                        Menurut pendapat Otto Eickstein (1979); Musgrave, Richard A (1959); Roges Douglas & Melinda Jones (1996), apabila berbicara mengenai keuangan yang meliputi APBN, APBD dan BUMN serta BUMD, tidaklah tepat apabila menggunakan istilah keuangan negara, yang lebih tepat adalah menggunakan istilah Keuangan Publik.
                        Istilah keuangan publik dimaksudkan selain meliputi keuangan negara dan keuangan daerah juga meliputi keuangan badan hukum lain yang modalnya/ kekayaannya berasal dari kekayaan negara/ daerah yang dipisahkan.

B.      Tujuan
                   Sejalan dengan latar belakang di atas, penulisan paper ini bertujuan sebagai berikit:
  1. Untuk menjelaskan pengertian dari Keuangan Negara/Publik
  2. Untuk menjelaskan ruang lingkup Keuangan Negara/Publik
  3. Untuk menjelaskan asas-Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara/Publik
  4. Untuk menjelaskan mengenai kekuasaan atas pengelolaan Keuangan Negara/Publik
  5. Untuk menjelaskan mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
6.      Untuk menjelaskan landasan hukum Keuangan Negara/Publik
7.      Untuk menjelaskan pelaksanaan pengwasan Keuangan Negara/Publik
8.      Untuk menjelaskan pertanggungjawaban pengurusan Keuangan Negara/Publik.















BAB II
ISI

A.        Pengertian Keuangan Negara
                        Sebagai amanat Pasal 23 C Bab VIII UUD 1945, keuangan negara harus diatur dalam undang-undang terkait dengan pengelolaan hak dan kewajiban negara. Amanat ini dituangkan dalam Undang-Undang nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
            Menurut manual administrasi Keuangan Daerah yang dimaksud dengan Administrasi Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang (baik uang maupun barang) yang dapat menjadi kekayaan Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Sedangkan menurut Richard Musgrave dalam “The Theory of  Public Finance” yaitu kumpulan masalah yang berkisar di sekeliling proses pendapatan dan belanja negara secara tradisionil – biasanya dapat dianggap sebagai keuangan negara.
Selain itu Keuangan Negara dirumuskan juga dalam Undang-Undang No. 17 tahun 1965 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Negara – yang dalam penjelasan Tambaan Lembaran Negara No. 2776 sebagai berikut :
“ Segala kekayaan negara termasuk didalamnya segala bagian-bagian harta milik kekayaan dan segala hak serta kewajiban yang timbul karenanya, baik kekayaan itu berada dalam penguasaan pejabat-pejabat atau lembaga-lembaga yang termasuk perintah maupun berada dalam penguasaan dan pengurusan bank-bank pemerintah, dengan status hukum publik/perdata.”
            Jika dibandingkan dengan beberapa definisi tersebut di atas, ternyata definisi yang sesuai dengan pendekatan sisi obyek, subyek, proses dan tujuan dan UU No. 17 tahun 1965 lebih luas daipada definisi yang dikemukakan oleh Richard Musgrave. Ia mengidentifikasi Keuangan Negara sebagai anggaran negara, padahal anggaran negara hanya terbatas pada segi-segi pendapatan dan pengeluaran negara yang umumnya berlaku untuk batas waktu tertentu. Sedangkan definisi sesuai pendekatan dan UU No. 17 tahun 1965 lebih luas karena disamping mengandung anggaran negara juga mengandung unsur kekayaan negara yang tidak langsung dikelola oleh pemerintah, seperti bank dan perusahaan-perusahaan negara lainnya.

Dari rumusan pengertian di atas dapat dilihat  beberapa unsur/aspek yang terkandung di dalamnya:
1.      hak-hak negara
2.      kewajiban-kewajiban negara
3.      ruang lingkup keuangan negara
4.      aspek sosial ekonomi dari keuangan negara

1.   Hak-hak Negara
            Hak-hak negara dalam hal ini menyangkut masalah keangan negara, dimana pemerintah untuk mengisi kas negara dalam rangka membiayai kepentingan-kepentingan aparatur negara (rutin) dan masyarakat (pembangunan), negara diberi hak-hak seperti:
a.       hak monopoli mencetak uang
b.      hak untuk memungut pajak
c.       hak untuk memproduksi barang dan jasa yang sangat dibutuhkan masyarakat
d.      hak untuk melakukan pinjaman bai dalam maupun luar negeri

2.   Kewajiban-kewajiban Negara
            Disamping diberikan hakak dalam hal keuangan, negara juga dibebani kewajiban-kewajiban ynag harus dilaksanakan yang merupakan tugas pokok dari negara yanag harus dilaksanakannya. Timbulnya hak an kewajiban itu bagi negara merupakan konsekuensi timbale balik yang saling berkaitan erat yang tidak dapat dipisahkan diantara keduanya. Kewajiban-kewajiban itu  merupakan realisasi dari tujuan negara yang tertuang dalam alinea IV, Pembukaan UUD ’45 yaitu :
-          melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
-          memejukan kesejahteraan umum
-          mencerdaskan kehidupan bangsa
-          ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social
            Di samping itu masih terdapat kewajiban-kewajiban lainnya yaitu berupa kewajiban untuk melakukan pembayaran atas ha-hak tagihan yang datangnya dari pihak ketiga- yang telah melaksanakan sebagian tugas-tugas Negara atas persetujuan dan penujukan pemerintah.

3.   Ruang Lingkup Keuangan Negara
            Ruang lingkup keuangan negara dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a.   Keuangan Negara yang langsung diurus pemerintah
            Keuangan Negara yang langsung diurus pemerintah dapat berupa uang maupun barang. Dalam hal tersebut uang berwujud dalam bentuk APBN yang setiap tahun disusun dan ditetapkan dengan UU, dan secara teknis operasional diatur dalam peraturan perundangan.
            Sedangkan dalam bentuk barang (milik Negara) dapat berwujud barang bergerak, tidak bergerak, hewan dan persediaan. Keseluruhan penggunaan barang tersebut adalah untuk menunjang/memperlancar tugas-tugas Negara dan pada sisi lain juga sebagai sumber penerimaan bagi Negara, mengenai barang diatur dalam pasal 55 ICW.

b.      Keuangan Negara yang dipisahkan pengurusannya
            Keuangan Negara yang dipisahkan pengurusannya adalah kekayaan Negara yang pengelolaannya dapat didisarkan atas hukum publik maupun hukum privat. Bentuk-bentuk usaha Negara tersebut antara lain berupa Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan-Umum Negara dan Persero. Ada juga lembaga-lembaga milik Negara yang diatur dalam UU No. 14/1968, antara lain Bank Bumu Daya, BNI 1946, BRI, Perusahaan Asuransi JIwasraya, Perusahaan Tabungan Asuransi Pegawai Negeri (Perum Taspen) dll.

4.   Aspek Sosial Ekonomi dari Keuangan Negara
            Aspek sosial ekonomi Keuangan Negara antara lain mencakup distribusi pendapatan dan kekayaan dan kestabilan kegiatan-kegiatan ekonomi. Pemerintah dengan kekuasaan yang dimilikinya dapat melakukan pungutan-pungutan pajak kepada warganya yang mampu dan hasil pungutan itu kemudian oleh pemerintah melalui kebijaksanaannya dapat mengeluarkan sebagian dari hasil penarikan itu dalam bentuk program-program nasional dan untuk membiayai keperluan-keperluan rutin dan pembangunan.
            Perlunya distribusi pendapatan dan kekayaan negara terutama untuk mengurangi rasa kecemburuan sosial yang timbul dalam kelompk masyarakat. Distribusi keadilan pendapatan dana kekayaan negara merupakan sebagian dari demokrasi ekonomi yang juga merupakan sebagian dari cita-cita keadilan dan perdamaian pada umumnya. Sedangkan aspek politik dan sosial antara lain berupa tunjangan kemiskinan, pemeliharaan fakir miskin, pelayanan kesehatan dll.
            Sedangkan untuk kestabilan ekonomi adalah untuk mengurangi kegoncangan. (Sjamsiar Sjamsuddin: 50-53)

B.               Asas-Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan Keuangan Negara pada dasarnya terdiri atas tiga kelompok, fiskal, kekayaan negara yang dipisahkan, dan moneter. Namun terkait dengan UU 23/1999 dan UU 3/2004, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral ditetapkan menjadi lembaga negara independen, maka pengelolaan moneter diserahkan kepada bank sentral. Dengan demikian terkait dengan APBN sebagai wujud Keuangan Negara setiap tahunnya, pemerintah hanya mengelola fiskal dan kekayaan negara yang dipisahkan termasuk investasi (pada lembaga negara dan BUMN). Pada intinya fiskal adalah menyangkut penerimaan/pungutan dan pengeluaran negara. Karena itu untuk urusan fiskal ini MenteriKeuangan Negara selaku Badan umum Negara, dibantu oleh bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran. Meski mereka difungsikan untuk membantu Menkeu selaku BUN, namun mereka berada pada kementerian atau pada lembaga (di luar Depkeu), selaku pengguna anggaran/barangyang mempunyaikewajiban memungut atau menerima pajak atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan Keuangan Negara perlu diselenggarakan secara professional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD. Sesuai dengan amanat Pasal 23C UUD ’45, UU tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan Keuangan Negara, antara lain :
-          akuntabilitas berorientasi pada hasil
-          profesionalitas
-          proporsionalitas
-          keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara
-          pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri
                        Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam UU tentang Keuangan Negara, pelaksanaan UU ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan Negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di NKRI.,

C.               Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan mengelola keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan khusus. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/ Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian negara/ lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/ pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Seperti pada gambar 1.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan  kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran dilakukan oleh bank sentral.


Gambar 1
Delegasi wewenang kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Pemisahan fungsi seperti di atas dimaksudkan untuk membuat kejelasan dan kepastian dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab. Sebelumnya fungsi-fungsi tersebut belum terbagi secara tegas sehingga seringkali terjadi tumpang tindih antar lembaga. Pemisahan ini juga dilakukan untuk menegaskan terlaksananya mekanisme checks and balances. Selain itu, dengan fokusnya fungsi masing-masing kementrian atau lembaga diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme di dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah. Menteri Keuangan dengan penegasan fungsi sebagai CFO akan memiliki fungsi-fungsi antara lain:
1. Pengelolaan kebijakan fiskal;
2. Penganggaran;
3. Administrasi Perpajakan;
4. Administrasi Kepabeanan;
5. Perbendaharaan (Treasury); dan
6. Pengawasan Keuangan.
Seperti halnya pemerintah pusat, pengelolaan keuangan daerah juga menggunakan pendekatan pembagian fungsi yang tidak berbeda. Gubernur/Bupati/Walikota akan memiliki fungsi sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Daerah atau CEO, dinas-dinas sebagai COO, dan pengelola Keuangan Daerah sebagai CFO.

D.       Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
                        APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.
                        Mengutip Rene Stours, dijelaskan bahwa hakekat atau falsafah APBN adalah: The constitutional right which a nation possesses to authorize public revenue and expenditure does not originates from the fact that the members of the nation contribute the payments. This right is based in a loftier idea. The idea of a sovereignty. Jadi hakekat public revenue andexpenditure APBN adalah kedaulatan. Di Negara demokrasi seperti Indonesia yang memiliki kedaulatan adalah rakyat, implementasi kedaulatan tersebut dapat terlihat dalam peraturan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dimana rakyatlah yang menentukan hidupnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya yang tercermin dalam APBN. Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 mencerminkan kedaulatan rakyat tersebut, yang tergambar dari adanya hak begrooting (hak budget- Terjemahan Redaksi) yang dimiliki oleh DPR, dimana dinyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan DPR lebih kuat dari kedudukan pemerintah. Hal ini tanda kedaulatan rakyat dan pemerintah baru dapat menjalankan APBN setelah mendapat persetujuan dari DPR dalam bentuk undang-undang.
                        APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar  sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. Penyusunan dan penetapan APBN tercantum dalam undang-undang yang mana meliputi kegiatan penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jengka menengah dalam penyusunan anggaran.
                        Merujuk Pasal 12 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, APBN dalam satu tahun anggaran meliputi:
a)      Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih;
b)      Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;
c)      Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

                        Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui rekening kas umum negara (Pasal 12 ayat (2) UU No. 1/2004). Tahun anggaran adalah periode pelaksanaan APBN selama 12 bulan.

·         Penyusunan dan Penetapan APBN
Proses penyusunan dan penetapan APBN dapat dikelompokkan dalam dua tahap, yaitu: (1) pembicaraan pendahuluan antara pemerintah dan DPR, dari bulan Februari sampai dengan pertengahan bulan Agustus dan (2) pengajuan, pembahasan dan penetapan APBN, dari pertengahan bulan Agustus sampai dengan bulan Desember. Berikut ini diuraikan secara singkat kedua tahapan dalam proses penyusunan APBN tersebut.
1)      Pembicaraan Pendahuluan antara Pemerintah dan DPR
Tahap ini diawali dengan beberapa kali pembahasan antara pemerintah dan DPR untuk menentukan mekanisme dan jadwal pembahasan APBN. Kegiatan dilanjutkan dengan persiapan rancangan APBN oleh pemerintah, antara lain meliputi penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan penerimaan dan pengeluaran, skala prioritas dan penyusunan budget exercise untuk dibahas lebih lanjut dalam rapat antara Panitia Anggaran dengan Menteri Keuangan dengan atau tanpa Bappenas. Pada tahapan ini juga diadakan rapat komisi antara masing-masing komisi (Komisi I s.d IX) dengan mitra kerjanya (departemen/lembaga teknis). Tahapan ini diakhiri dengan proses finalisasi penyusunan RAPBN oleh Pemerintah. Secara lebih rinci, tahapan ini bisa dijelaskan sebagai berikut: Menteri Keuangan dan Badan Perencanaan Nasional (BAPPENAS) atas nama Presiden mempunyai tanggung jawab dalam mengkoordinasikan Penyusunan APBN. Menteri Keuangan bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan penyusunan anggaran belanja rutin. Sementara itu Bappenas bersama-sama dengan Menteri Keuangan bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan penyusunan anggaran belanja pembangunan. Persiapan anggaran dimulai dengan assessment indikator fiskal makro oleh Badan Analisa Fiskal, Departemen Keuangan. Selanjutnya Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas menerbitkan Surat Edaran agar departemen teknis mengajukan usulan anggaran rutin maupun pembangunan. Usulan anggaran rutin (Daftar Usulan Kegiatan, DUK) diajukan ke Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) pada bulan Juni. DUK tersebut lebih terfokus pada program costing dan perubahan harga. DJA dan departemen teknis mereview DUK tersebut dengan titik tekan pada costing ketimbang policy. Pada bulan Agustus, DJA menerbitkan pagu pengeluaran rutin sebagai dasar bagi departemen teknis untuk menyusun anggaran rutin lebih detil. Sementara itu, usulan anggaran pembangunan diajukan oleh departemen teknis kepada DJA dan Bappenas. DJA dan Bappenas mereview usulan anggaran pembangunan tersebut berdasarkan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) dan Rencana Pembangunan Tahunan (REPETA). Menteri Keuangan memberikan pertimbangan mengenai pagu anggaran pembangunan sebagai dasar pembahasan antara DJA, Bappenas, dan departemen teknis. Selanjutnya pada bulan Agustus, Presiden mengajukan Nota Keuangan dan RAPBN kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.
2)      Pengajuan, pembahasan dan penetapan APBN
Tahapan ini dimulai dengan Pidato Presiden sebagai pengantar RUU APBN dan Nota Keuangan. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan baik antara Menteri Keuangan dengan Panitia Anggaran, maupun antara komisi-komisi dengan departemeen/lembaga teknis terkait. Hasil dari pembahasan ini adalah Undang-undang APBN yang disahkan oleh DPR. UU APBN kemudian dirinci ke dalam satuan 3. Satuan 3 yang merupakan bagian tak terpisahkan dari undang undang tersebut adalah dokumen anggaran yang menetapkan alokasi dana per departemen/lembaga, Sektor, Sub Sektor, Program dan Proyek/Kegiatan. Apabila DPR menolak RAPBN yang diajukan pemerintah tersebut, maka pemerintah menggunakan APBN tahun sebelumnya. Hal itu berarti pengeluaran maksimum yang dapat dilakukan pemerintah harus sama dengan pengeluaran tahun lalu.

·         Pelaksanaan APBN
Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR. Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya.
Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, residen menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan Keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.



·         Struktur APBN
                        Struktur APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan primer, surplus/defisit, dan pembiayaan.
-          Pendapatan Negara dan Hibah
            Pendapatan Negara dan Hibah terdiri atas :
1.      Penerimaan Dalam Negeri, terdiri atas :
1.      Penerimaan Perpajakan
-    Pajak Dalam Negeri, terdiri atas PPh, PPN, PBB, BPHTB, Cukai, dll.
-    Pajak Perdagangan Internasional, terdiri atas Bea Masuk dan Tarif Ekspor
2.      Penerimaan Negara Bukan Pajak, terdiri atas :
-    Penerimaan SDA (Migas dan Non Migas)
-    Bagian laba BUMN, dll
2.      Hibah
-          Belanja Negara
Belanja Negara terdiri atas dua jenis:
1. Belanja Pemerintahan Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah 9dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Balanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja lainnya.
2. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi: Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Otonomi Khusus.

Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK). Sementara itu, dana otonomi khusus dialokasikan untuk provinsi Daerah Istimewa Aceh dan provinsi Papua.
-     Defisit dan Surplus
Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit; sebaliknya, penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut surplus.
-          Pembiayaan
Pembiayaan diperlukan untuk menutup defisit anggaran. Beberapa sumber pembiayaan yang penting saat ini adalah: pembiayaan dalam negeri (perbankan dan non perbankan) serta pembiayaan luar negeri (netto) yang merupakan selisih antara penarikan utang luar negeri (bruto) dengan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri.

·         Fungsi APBN
            APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. APBN mempunyai fungsi otoritasi, perencanaan, pengawasan,alokasi, distribusi dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi kewajiban Negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan Negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara tahun anggaran berikutnya.
            Merujuk Pasal 3 Ayat (4) UU No. 17/2003, APBN mempunyai fungsi sebagaiberikut.
o   Fungsi otoritasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Dengan demikian pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
o   Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk mendukung pembelanjaan tersebut.
o   Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
o   Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahka untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
o   Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan.
o   Fungsi stabilisasi, bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.


·         Prinsip penyusunan APBN
         Berdasarkan aspek pendapatan, ada 3 prinsip penyusunan APBN:
-          Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
-          Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang Negara.
-          Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh Negara dan penuntutan denda.
         Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip APBN adalah:
-          Hemat, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan.
-          Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
-          Semaksimal mungkin menggunakan hasi produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.



·         Azas penyusunan APBN
                     APBN disusun dengan berdasar azas-azas :
-          Kemandirian, meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri
-          Penghematan atau peningkatan efisiensi dan produktivitas
-          Penajaman prioritas pembangunan
-          Menitikberatkan pada azas-azas dan undang-undang negara

·         Asumsi APBN
                     Dalam penyusunan APBN Pemerintah menggunakan 7 indikator makro, yaitu:
1.      Produk Domesti Bruto (PDB) dalam rupiah
2.      Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
3.      Inflasi (%)
4.      Nilai tukar rupiah per USD
5.      Suku bunga SBI 3 bulan (%)
6.      Harga minyak Indonesia (USD/barel)
7.      Produksi minyak Indonesia (barel/hari)

·        Pengawasan dan Pertanggungjawaban APBN
Fungsi pengawasan pelaksanaan APBN dilakukan oleh pengawas fungsional baik eksternal maupun internal pemerintah. Pengawasan eksternal dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR. Sementara itu, pengawasan internal dilakukan oleh inspektorat jenderal/inspektorat utama pada masing-masing departemen/lembaga dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada semua departemen/lembaga (termasuk BUMN). Pengawasan yang dilakukan oleh pengawas internal maupun eksternal tersebut di atas bersifat post audit. Berdasarkan realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN dalam tahun anggaran berjalan, Menteri Keuangan menyiapkan Rancangan Undang-Undang Perhitungan Anggaran Negara (RUU PAN) dan diajukan kepada presiden untuk mendapatkan persetujuan. Selanjutnya RUU PAN tersebut disampaikan kepada BPK untuk diaudit. Presiden mengajukan RUU PAN yang telah diaudit oleh BPK tersebut kepada DPR paling lambat 15 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran bersangkutan. Setelah DPR menyetujui RUU PAN tersebut, Presiden mengesahkan RUU PAN menjadi Undang-undang Perhitungan Anggaran (UU PAN). (http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Keuangan_Negara).

E.   Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
                        APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai tanggal 1 januari sampai dengan 31 Desember. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
Anggaran Pendapatan terdiri atas:
-          Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.
-          Bagian Dana Perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus.
-          Lain-lain dana yang sah seperti dana hibah atau dana darurat
Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraa tugas pemerintahan di daerah.
Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
·         Dana Alokasi Khusus, adalah alokasi dari APBN kepada provinsi/Kabupaten/Kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan rioritas nasional. DAK termasuk Dana Perimbangan, di samping DAU.
·         Dana Alokasi Umum adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
DAU terdiri atas: DAU untuk Daerah Provinsi dan DAU untuk Daerah Kabupaten/Kota
Jumlah DAU setiap tahun ditentukan berdasarkan Keputusan Presiden. Setiap provinsi/Kabupaten/kota menerima DAU dengan besaran yang tidak sama, dan ini diatur secara mendetail dalam Peraturan Pemerintah. Besaran DAU dihitung menggunakan rumus/formulasi statistik yang kompleks, antara lain dengan variabel jumlah penduduk dan luas wilayah. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Keuangan_Negara).

F.    Landasan Hukum Keuangan Negara
      Pasal 23 UUD 1945 mengatur secara khusus mengenai keuangan negara sebagai berikut :
1.      Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. apabila DPR tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu.
2.      segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang
3.      harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang
4.      hal keuangan negara selanjtnya diatur dengan undang-undang
5.      untuk memeriksa tanggung jawab keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya itu diberitahukan kepada DPR.

·        Landasan Umum
-          UUD 1945
-          Ketetapan MPR mengenai Garis-garis Besar Haluan Negara
·         Landasan Khusus
-          UU Perbendaharaan Indonesia stbl. 1925 No. 448 dan terakhir diperbaharui dengan UU No. 9 tahun 1969
-          UU No. 5 tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
-          UU tentang APBN
-          Peraturan Perundang-undangan menyangkut pajak, bea dan cukai
-          Peraturan Pemerintah, Keputusan/Instruksi Presiden dan Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan Negara. (termasuk Kepres No. 14A tahun 1940). (Sjamsiar


G.  Pertanggungjawaban Pengurusan Keuangan Negara
            Untuk setiap pengurusan memerlukan tanggung jawab atas realisasinya, untuk membuktikan bahwa tanggung jawab yang telah dipercayakan telah dilakukan sebagaimana mestinya. Begitu juga dalam Pengurusan Keuangan Negara. Dimana Pengurusan Keuangan Negara memerlukan hal-hal tersebut sebagai dasar pembuktian bahwa pengurusan yang telah dilaksanakan oleh penguasa-penguasa yang memegang fungsi Pengurusan keuangan Negara telah dilaksanakan sebagaimana mestinya.
            Seperti halnya pengurusannya, maka dalam pertanggungjawabanyapun terdiri atas dua unsur pertanggungjawaban, yaitu:
1.      Peranggungan Jawab Pengurusan Umum yang dicerminkan dalam pembuatan perhitungan, yang tertuang dalam laporan-laporan yang akhirnya akan berubah menjadi perhitungan anggaran.
2.      Pertanggungan Jawab Pengurusan Khusus yang dicerminkan dalam pembuatan Suat Pertanggungan Jawab (SPJ) oleh Pengurusan Khusus (Bendaharawan).
            Adapun maksud kedua pertanggungan jawab tersebut di atas tidak lain untuk memenuhi kewajiban pertanggungan jawab Pengurusan Keuangan Negara yang telah dilaksanakan pemerintah (eksekutif) kepada Dewan Perwakilan Rakyat melalui penelitian terlebih dahulu oleh Badan pemeriksa Keuangan.
            Dapat juga dikatakan pertanggungan jawab Pengurusan Keuangan Negara merupakan pertanggungan jawab Pemerintah kepada seluruh rakyat yang diwakili oleh DPR, karena DPR sebelumnya telah memberikan persetujuan (akseptasi) kepada Pemerintah terhadap jumlah-julah uang yang akan dibelanjakan yang terlihat dalam UU APBN. Tetapi dalam pelaksanaan pertanggungan jawab bertitik tolak pada Pengurusan Keuangan Negara. (Drs. Achir Azmy M. N: 40).
Dalam hal pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

H. Pelaksanaan Pengawasan Keuangan Negara
                        Pengawasan adalah segala tindakan atau aktivitas untuk menjamin agar pelaksanaan suatu aktivitas tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan. Tujuan utama pengawasan bukan untuk mencari kesalahan, melainkan mengarahkan pelaksanaan aktivitas agar rencana yang telah ditetapkan dapat terlaksana secara optimal  Harus diakui bahwa dalam pengelolaan keuangan negara memang masih terdapat kebocoran yang diakibatkan oleh korupsi, manipulasi dan tindak penyelewengan lainnya. Oleh karena aspek-aspek pengawasan menjadi sangat penting dan harus selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Pemerintah sebenarnya cukup responsif terhadap pentingnya pengawasan keuangan negara. Hal ini tercermin dari tekad  Pemerintah untuk mewujudkan aparatur yang bersih dan berwibawa  serta penegakan hukum disiplin bagi para penyeleweng.
Perencanaan dari suatu kegiatan yang sudah ditetapkan secara matang serta telah dilaksanakannya rencana tersebut secara efektif, belum tentu membuahkan hasil yang optimal. Oleh karena itu diperlukan adanya unsur pengawasan untuk menjamin optimalisasi hasil yang diharapkan.
            Dapat juga dikatakan:
1.      pengawasan itu sendiri atas segala aktivitas dan tindakan untuk mengamankan rencana dan keputusan yang telah dibuat dan sedang dilaksanakan serta diselenggarakan. Dengan kata lain, pengawasan adalah keseluruhan daripada aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan untuk menjamin atau mambuat agar semua pelaksanaan dan penyelenggaraan berlangsung karena tindakan-tindakan tersebut dierlukan adanya unsure pengawasan yang berhasil sesuai dengan apa yang telah direncanakan, diputuskan dan dikomandokan. (Prof. Dr. Prajudi Atmosudirdjo SH, Dasar-Dasar Office Management: 147)
2.      Pengawasan dapat diartikan suatu proses untuk menetapkan suatu pekerjaan apakah sudah dikerjakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula. (Drs. Manullang, Dasar-Dasar Management: 132)
                        Pada hakekatnya, mekanisme pengawasan keuangan negara dapat dibedakan atas dua hal yaitu pengawasan intern dan pengawasan ekstern. Pengawasan intern meliputi pengawasan supervisi (built in control), pengawasan birokrasi serta pengawasan melalui lembaga-lembaga pengawasan intern. Pada pengawasan supervisi (pengawasan atasan terhadap bawahan) masing-masing pimpinan setiap unit diwajibkan melakukan pengawasan keuangan negara terhadap para bawahan yang menjadi tanggungjawabnya. Adanya pengawasan yang dilakukan secara bertingkat ini, diharapkan adanya penyimpangan dari kebijakan (ketentuan) yang telah ditetapkan, dapat diketahui sedini mungkin (early warning system). Adapun pengawasan birokrasi yaitu pengawasan melalui sistem dan prosedur administrasi. Perlu diketahui bahwa negara kita masih menggunakan sistem anggaran garis (line budgeting system) atau disebut sistem anggaran tradisional. Sistem ini hanya menitik beratkan pada segi pelaksanaan dan pengawasan anggaran.
                        Dari segi pelaksanaan yang dipentingkan adalah kesesuaian (compilance) antara besarnya hak dengan obyek pengeluaran dari tiap-tiap Departemen atau lembaga negara. Sedangkan dari segi pengawasan yang dipentingkan adalah kesahihan (validitas) bukti-bukti transaksi atas pembelanjaan anggaran tersebut. Sistem pembukuan yang berlaku di negara kita masih menggunakan sistem administrasi kas yaitu menerapkan tata buku tunggal (single entry bookkeeping) berdasarkan metode dasar tunai (cash basis). Oleh karena itu yang langsung dapat diketahui adalah masalah transaksi kas atau penerimaan dan pengeluaran kas saja, sehingga untuk mengetahui prestasi (kinerja) yang dicapai dibalik hasil transaksi kas tersebut diperlukan analisis lebih lanjut. Hal ini untuk mengetahui apakah transaksi kas tersebut telah efisien dan efektif sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pada saat ini Pemerintah sedang menyelesaikan konsep sistem akuntansi / pembukuan keuangan negara yang mengacu pada basis akrual dengan modifikasi (modified accrual basis).
                        Adanya perbaikan sistem administrasi / pembukuan keuangan negara tersebut diharapkan dapat mencegah upaya KKN. Namun perlu diketahui bahwa sistem sebagus apapun, apabila manusia sebagai pelaksana bermental korup, maka sistem tersebut tidak dapat berperan banyak, maka perbaikan moral / akhlaq bagi penyelenggara negara lebih penting dan perlu mendapatkan perhatian. 
·         Aparat Pengawasan
Pengawasan melalui lembaga-lembaga pengawasan intern dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen / Unit Pengawasan Lembaga dan Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) untuk Daerah Tingkat I & II (Propinsi dan Kodya/Kabupaten). BPKP berfungsi melakukan koordinasi atas seluruh pengawasan intern Pemerintah. Pengawasan ekstern dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Dewan Perwakilan Rakyat / Daerah (DPR/D) , media masa beserta lembaga atau anggota masyarakat lainnya.
Seperti diketahui bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu BPK yang keberadaanya diatur dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1973. Sesuai dengan UUD 1945 pasal 23 ayat 5, maka  hasil pemeriksaan keuangan negara oleh BPK tersebut harus diberitahukan kepada DPR. Dengan diterimanya hasil pemeriksaan tahunan (Haptah) oleh DPR dari BPK tersebut, maka DPR dituntut untuk membahas dan mengkajinya dengan sungguh-sungguh. Mengingat Haptah ini bukan untuk kalangan internal DPR saja, maka DPR harus mengkomunikasikan dan mensosialisasikan kepada masyarakat (publik) sebagai wujud akuntabilitas publik. Dalam hal ini DPR harus dapat menyampaikannya dengan bahasa yang tepat, artinya bukan dengan bahasa audit yang penuh dengan angka-angka namun dengan bahasa politis yang sederhana dan tidak berbelit-belit. Selain itu DPR tidak perlu menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya, namun harus transparan, misalnya apabila suatu Departemen terdapat penyelewengan (korupsi dll) maka perlu disampaikan kepada masyarakat, sehingga publikdapat mengetahui kinerja Pemerintah yang sebenarnya.Peranan media massa atau pers  dalam pengawasan keuangan negara juga sangat penting, maka Pemerintah harus memperhatikan suara pers dengan saksama tanpa negative thinking yang berlebihan. Apabila hal ini dapat berjalan maka pers tidak hanya berfungsi sebagai penyebar informasi saja, namun juga berfungsi untuk melakukan pengawasan.

BAB III
PENUTUP

·        Kesimpulan
                   Sebagai amanat Pasal 23 C Bab VIII UUD 1945, keuangan negara harus diatur dalam undang-undang terkait dengan pengelolaan hak dan kewajiban negara. Amanat ini dituangkan dalam Undang-Undang nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara.
                        Ruang lingkup keuangan negara dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a.       Keuangan Negara yang langsung diurus pemerintah
b.      Keuangan Negara yang dipisahkan pengurusannya
                        Pengelolaan Keuangan Negara pada dasarnya terdiri atas tiga kelompok, fiskal, kekayaan negara yang dipisahkan, dan moneter. Namun terkait dengan UU 23/1999dan UU 3/2004, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral ditetapkan menjadi lembaga negara independen, maka pengelolaan moneter diserahkan kepada bank sentral.
Sesuai dengan amanat Pasal 23C UUD ’45, UU tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan Keuangan Negara, antara lain :
-          akuntabilitas berorientasi pada hasil
-          profesionalitas
-          proporsionalitas
-          keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara
-          pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri



                        Landasan hukum keuangan Negara terdiri atas:
·        Landasan Umum
-          UUD 1945
-          Ketetapan MPR mengenai Garis-garis Besar Haluan Negara
·         Landasan Khusus
-          UU Perbendaharaan Indonesia stbl. 1925 No. 448 dan terakhir diperbaharui dengan UU No. 9 tahun 1969
-          UU No. 5 tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
-          UU tentang APBN
-          Peraturan Perundang-undangan menyangkut pajak, bea dan cukai
-          Peraturan Pemerintah, Keputusan/Instruksi Presiden dan Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan Negara. (termasuk Kepres No. 14A tahun 1940).




Daftar Pustaka

Atmaja, Arifin .P. Soeria. Keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum Teori, Praktik, dan Kritik. 2005. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Sjamsuddin, Sjamsiar. 2005. Hukum Administrasi Negara. Malang: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat-Madani.

Tim Redaksi Fokusmedia. 2006. Keuangan Negara. Cetakan Ke-2. Bandung: Fokus Media.

M.N Azmy Achir Drs. 1976. Masalah Pengurusan Keuangan Negara, suatu Pengantar Teknis II. Jakarta: C.V. Dinna.

Atmaja, Arifin .P. Soeria. 1986. Mekanisme Pertanggungjawaban keuangan Negara, Suatu Tinjauan Yuridis. Jakarta: PT Gramedia.

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/CD608D4D-234A-4F06-A9B2-FD208F5FCA31/3329/5resensi.pdf

id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Keuangan_Negara

www1.bumn.go.id/download.php?fn=RAKRBUMNKeuangan_dan_Kerugian_Negara_Erman.pdf-

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus